Senin, 17 April 2017

Mantan Ketua IPPNU Blitar Dilantik Jadi Kepala SMK NU Wlingi

Blitar, Santriwati CantikKetua Pimpinan Cabang Lembaga Pendidikan Maarif NU Kabupaten Blitar H Muslih mengatakan, Sekolah Menengah Kejuaran (SMK) Islam sebagai lembaga milik Nahdlatul Ulama memiliki peran sangat strategis dalam menyiapkan kader NU militan untuk mengisi peran-peran penting dalam berbagai bidang kehidupan.

Paling utama bagaimana lembaga pendidikan NU ini di dalam menanamkan ajaran dan nilai-nilai Islam Ahlussunah wal-Jamaah Annahdliyah, katanya saat pelantikan Kepala Sekolah Menengah Kejuaruan Islam (SMKI) II Wlingi Blitar, Jawa Timur pada 31 September 2016. Terpilih sebagai Kepala Sekolah SMKI II Wlingi Hasanah. Ia adalah mantan Ketua Pimpinan Cabang IPPNU Kabupaten Blitar

Mantan Ketua IPPNU Blitar Dilantik Jadi Kepala SMK NU Wlingi (Sumber Gambar : Nu Online)
Mantan Ketua IPPNU Blitar Dilantik Jadi Kepala SMK NU Wlingi (Sumber Gambar : Nu Online)


Mantan Ketua IPPNU Blitar Dilantik Jadi Kepala SMK NU Wlingi

Pelantikan dihadiri Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Blitar KH Imam Sugrowardi, Wakil Ketua PCNU Baharuddin, Ketua BPNU Darul Huda Wlingi dan beberapa pengurus MWCNU dan Badan Otonom NU.

Santriwati Cantik

SMK Islam milik Nahdlatul Ulama ini berdiri sejak tahun 1995 di atas tanah seluas 1.3 hektar. Sekolah yang berada di lingkungan Pesantren Darul Huda Wlingi tersebut, memiliki jurusan Teknik Jaringan Komputer (TKJ), Teknik Permesinan, Teknik Otomotif Umum dan Teknik Otomotif Sepeda Motor.

Santriwati Cantik

SMK Islam Wlingi II termasuk salah satu SMK unggulan meski berlokasi di Kota Wlingi sehingga ribuan siswa mengenyam pendidikan di sekolah kebanggaan warga NU tersebut. (imam kusnin ahmad/abdullah alawi)

Dari (Daerah) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/71670/mantan-ketua-ippnu-blitar-dilantik-jadi-kepala-smk-nu-wlingi

Selasa, 14 Maret 2017

Banser Waykanan Peringati Hari Juang Kartika

Waykanan, Santriwati Cantik. Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Kabupaten Waykanan Provinsi Lampung menurunkan 25 anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) untuk berpartisipasi dalam upacara peringatan Hari Juang Kartika Tahun 2015 bertema Melalui Hari Juang Kartika, Kita Mantapkan Jati Diri TNI AD dan Kemanunggalan TNI-Rakyat Guna Mewujudkan Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian.

Ketua PC GP Ansor Waykanan Gatot Arifianto didampingi Kasatkorcab Banser Alex Almukmin, di Blambangan Umpu, Selasa (15/12) mengatakan, Dandim 0427 Letkol Eddy Praytino secara khusus mengundang organisasi pemuda Nahdlatul Ulama (NU) untuk ikut serta dalam upacara yang dihelat di lapangan Pemerintah Kabupaten Waykanan dengan Inspektur Upacara Pj Bupati Albar Hasan Tanjung dan Komandan Upacara Pasi Ops Kodim 0427 Kapten Yana Mulyana.

Banser Waykanan Peringati Hari Juang Kartika (Sumber Gambar : Nu Online)
Banser Waykanan Peringati Hari Juang Kartika (Sumber Gambar : Nu Online)


Banser Waykanan Peringati Hari Juang Kartika

"Diundang itu berarti keberadaan Ansor diakui dan tentu undangan tersebut harus disambut dengan kehadiran. Kami sampaikan terima kasih untuk kader Ansor dan Banser atas energi dan nyala semangatnya untuk organisasi," ujar Gatot yang juga alumni Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) II PP GP Ansor itu.

Santriwati Cantik

Perlu diketahui, Hari Juang Kartika merupakan peringatan peristiwa bersejarah para pendahulu TNI AD bersama rakyat, melawan musuh yang ingin menjajah kembali bumi pertiwi, di kota Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945 silam.

Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Sudirman pada pertengahan Desember 1945 membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang.

Walaupun dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak gentar. Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat di semua penjuru kota Ambarawa yang akhirnya hingga saat ini diperingati sebagai Hari TNI AD.

Santriwati Cantik

"Saya ikut Banser dan aktif hingga sekarang karena ikhlas lillahi taala, niatnya beribadah. Saya akan tetap memiliki semangat untuk NU, ikut upacara Hari Juang Kartika (HJK) agar bisa menjadi contoh bagi kader Banser yang muda untuk terus aktif," ujar M Taufiq, alumni Diklatsar Banser Waykanan angkatan II tahun 2001 kelahiran 1967.

Anggota Banser Waykanan lain, Danang Indra Pangestu mengaku belum banyak berbuat untuk organisasi. "Ini yang membuat saya ikut dalam kegiatan ini," ujar alumni Diklatsar Banser Waykanan angkatan X kelahiran 1997.

Hadir dalam upacara yang juga diikuti, Satpol PP, Wakil Ketua DPRD Abdul Haris Nasution, Kapolres AKBP Harseno, Kajari Blambangan Umpu Hidayat, dan Sekdakab Bustam Hadori. (Disisi Saidi Fatah/Fathoni)

Dari (Daerah) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/64311/banser-waykanan-peringati-hari-juang-kartika

Senin, 30 Januari 2017

Jangan Hanya Tiru Tampilan Fisik Nabi Muhammad SAW

Jombang, Santriwati Cantik. Dalam pandangan Imam Suprayogo, ketertinggalan umat Islam saat ini tidak dapat dipisahkan dari cara beragama yang semata mengejar penampilan. Sudah saatnya kaum muslimin justru meniru sifat dan pekerti luhur Nabi Muhammad SAW.

Jawaban ini didapatkan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini saat berkunjung ke salah seorang pengasuh pesantren. "Karena yang ditiru umat Islam saat ini semata aksesoris dari Nabi Muhammad SAW," katanya menirukan jawaban sang kiai, Sabtu (5/11).

Jangan Hanya Tiru Tampilan Fisik Nabi Muhammad SAW (Sumber Gambar : Nu Online)
Jangan Hanya Tiru Tampilan Fisik Nabi Muhammad SAW (Sumber Gambar : Nu Online)


Jangan Hanya Tiru Tampilan Fisik Nabi Muhammad SAW

Dalam penjelasannya, kiai itu mengatakan bahwa hingga kini kaum muslimin hanya mengejar penampilan dengan memanjangkan jenggot, membesarkan sorban, serta tampilan luar yang lain. "Tapi perilaku shiddiq, amanah, tablig, serta fathonah tidak ditiru," jelasnya.

Baginya, kemajuan dunia Barat hingga saat ini bukan karena mereka kenal secara baik siapa Nabi Muhammad SAW. "Tapi karena watak dan perilaku mereka meniru apa yang ada pada Beliau, walapun mereka tidak kenal," tegasnya.

Santriwati Cantik

Karenanya, Ketua Yayasan Universitas Hasyim Asyari (Unhasy) Jombang ini berpesan agar umat Islam segera menyudahi perburuan tampilan fisik. "Siapapun yang berperilaku seperti Nabi Muhammad, maka yang bersangkutan akan sukses," ungkapnya.

Pandangan ini disampaikan Imam Suprayogo saat tampil sebagai pemateri pada kegiatan Aktualisasi Resolusi Jihad yag diadakan di Pesantren Tebuireng. Sejumlah ulama, habaib, kiai, kalangan profesional serta akademisi ikut hadir pada acara yang berlangsung di aula pesantren setempat.

Santriwati Cantik

Pada acara tersebut hadir antara lain Tuan Guru Turmudzi, Habib Sholeh Al-Jufri, KH Anwar Manshur, Tuan Syech Akbar Marbun, KH Ahmad bin Zain Al-Kaff, KH Mahfudz Syaubari, Habib Nabil Al-Musawwa, KH Hanif Muslih, serta tuan rumah KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah).

Masing-masing membubuhkan tanda tangan pada Piagam Tebuireng Aktualisasi Resolusi Jihad yang juga dikuatkan kehadiran Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI, Mayjend TNI Wiyarto. (Ibnu Nawawi/Alhafiz K)

Dari (Daerah) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/72707/jangan-hanya-tiru-tampilan-fisik-nabi-muhammad-saw

Santriwati Cantik

Minggu, 29 Januari 2017

Pesantren Berupaya Teguhkan Kembali Yogyakarta sebagai Kota Toleransi

Yogyakarta, Santriwati Cantik. Dewasa ini, pendidikan moral dan etika sangatlah mendesak. Beruntung bangsa ini memiliki pesantren sebagai institusi yang tak henti-hentinya menanamkan akhlakul karimah kepada para peserta didiknya.

Sebab, toleransi tidak akan terwujud tanpa adanya akhlaqul karimah, ungkap KH Jazilus Sakhok saat menutup acara Workshop Tingkat Provinsi Program Sub-Grant Pesantren for Peace (PFP) di DSalvatore Hotel Yogyakarta, Ahad (6/11) siang.

Pesantren Berupaya Teguhkan Kembali Yogyakarta sebagai Kota Toleransi (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren Berupaya Teguhkan Kembali Yogyakarta sebagai Kota Toleransi (Sumber Gambar : Nu Online)


Pesantren Berupaya Teguhkan Kembali Yogyakarta sebagai Kota Toleransi

"Saya harap melalui acara ini dapat menghasilkan nilai-nilai positif, terutama tentang pola pikir kita soal bagaimana menghargai dan mengembangkan toleransi di masyarakat, kata Kyai Sakhok kepada sedikitnya 30 ustadz/ustadzah perwakilan Pesantren di seluruh DI Yogyakarta.

Santriwati Cantik

Sementara itu, perwakilan dari Uni Eropa, Gusrini Saidi mengatakan, persoalan yang dibahas mengenai toleransi ini adalah soal isu yang secara global terutama di Indonesia merupakan isu yang krusial dan penting.

"Di Eropa sendiri, isu mengenai toleransi sedang diuji. Bersamaan dengan masuknya kelompok pengungsi dari negara-negara konflik di Timur tengah ke eropa menjadi tantangan tersendiri bagi Eropa untuk membumikan toleransi," tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, forum ini juga dimaksudkan untuk mempertajam, memperkuat serta menegaskan kembali bahwa Islam itu damai dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.

Santriwati Cantik

Acara yang mengusung tema "Peningkatan Peran Pesantren dalam Meneguhkan Kembali Yogya sebagai City of Tolerance" ini merupakan gagasan Pesantren Sunan Pandanaran yang bekerja sama dengan Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Konrad Adenauer Stiftung (KAS), didanai oleh Uni Eropa, dan didukung oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri RI).

"Tema ini dianggap penting sebab Yogya sekarang jauh dari citra toleran. Pesantren dalam konteks lokal Yogya memiliki peranan yang sangat strategis di masyarakat. Kami berharap pesantren mamainkan peranannya dalam mengampanyekan Islam yang toleran demi terciptanya kembali Yogya sebagai City of Tolerance, ungkap Mohamad Yahya, Ketua Panitia.

Dalam workshop tersebut, lanjutnya, asatidz pesantren secara bersama-sama memetakan konflik dan tindakan intoleran di Yogyakarta. Berbasis pada pemetaan tersebut, mereka secara bersama-sama pula mencarikan solusinya dan membangun komitmen bersama untuk mengkampanyekan Islam yang toleran demi terciptanya kembali Yogya sebagai City of Tolerance. (Anwar Kurniawan/Fathoni)

Dari (Daerah) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/72755/pesantren-berupaya-teguhkan-kembali-yogyakarta-sebagai-kota-toleransi-

Senin, 09 Januari 2017

NU dari Kiai Hasyim Asyari ke Kiai Hasyim Muzadi

Oleh Deni Gunawan

Nahdlatul Ulama (NU) patut bersyukur, sampai detik ini ia masih bisa menghasilkan kader-kader terbaiknya untuk agama dan bangsa. Ini terbukti dari munculnya kader-kader NU yang berkiprah dan memberikan kontribusinya bagi kemajuan agama dan bangsa. Sejak NU didirikan, NU telah memiliki orang-orang hebat yang dihasilkan dari didikan serius ulama-ulama Nusantara. NU memang serius dalam meproduksi ulama-ulama kelas elit guna menyokong kemajuan bangsa dan agama. Elit disini tidak diartikan bahwa kader-kader NU dan ulamanya sebagai sok atas akan tetapi makna elit disini berkaitan dengan kemampuan yang luar biasa dan tinggi yang dimiliki kader-kader NU dan kiainya dalam menjawab persoalan-persoalan umat yang berkembang setiap saat.

NU dari Kiai Hasyim Asyari ke Kiai Hasyim Muzadi (Sumber Gambar : Nu Online)
NU dari Kiai Hasyim Asyari ke Kiai Hasyim Muzadi (Sumber Gambar : Nu Online)


NU dari Kiai Hasyim Asyari ke Kiai Hasyim Muzadi

Kiai Hasyim Asyari adalah salah satu figur elit yang pernah dimiliki NU, selain sebagai pendiri, ketua umum pertama dan hadratus syaikh di kalangana NU. Ia secara nyata telah meninggalkan warisan penting bagi kelangsungan umat dan bangsa Indonesia. Ia telah mewariskan satu wadah organisasi yang menampilkan satu wajah Islam yang ramah dan berkemajuan. Selain itu, Kiai Hasyim juga ikut melakukan perjuangan demi kemerdekaan bangsa Indonesia kala itu. Ini terbukti dari resolusi jihad yang dikeluarkannya untuk melawan penjajah hingga gelar pahlawan nasional yang diberikan negara padanya.

Dari Kiai Hasyim muncul lagi Kiai Hasyim-Hasyim yang lain di NU. Maksudnya adalah, bahwa NU selalu melahirkan ulama-ulama jenius yang memiliki wawasan keagamaan yang luas dibarengi dengan pemahaman kebangsaan yang tinggi. Dari Kiai Hasyim saat mendirikan NU hingga lahir Kiai Hasyim yang beberapa hari lalu telah berpulang adalah produk-produk elit NU yang sepanjang sejarahnya memang tidak pernah absen memberikan kader dan ulama terbaiknya bagi bangsa dan agama. Kepergian Kiai Hasyim Muzadi beberpa hari lalu memang menyisakan luka yang mendalam bagi masyarakat muslim Indonesia khususnya NU. Namun begitu, kepergian Kiai Hasyim tentu bukanlah kepergian yang sia-sia, sebagaimana tidak ada yang sia-sia dari kepergian Kiai Hasyim Asyari jauh sebelumnya. Hanya saja, sejauh mana ketidaksia-siaan itu dapat ditangkap pada generasi berikutnya adalah soal lain yang mestinya menjadi pertanyaan serius di dalam dirinya, khususnya generasi baru NU.

Santriwati Cantik

Warisan Kiai Hasyim

Secara garis besar perjuangan ulama-ulama NU tidak akan lepas dari persoalan keislaman dan kebangsaan. Dari sisi Islam, NU memang telah menyusun keislamannya dalam bentuk Islam yang bercirikan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang di dalamnya dikembangkan sikap-sikap atau pripsip-prinsip hidup beragama kaum Nahdliyin. Prinsip-prinsip tersebut tidak lepas dari sikap tawassuth (moderat), taaddul (adil), tasamuh (toleran), dan tawazzun (imbang). Prinsip dasar ini kemudian juga memberikan sumbangan besar bagi NU dalam hidup berbangsa dan bernegara di negara yang realitas penduduknya adalah plural.

Santriwati Cantik

Pada prinsipnya Kiai Hasyim Muzadi juga memegang prisip Islam Aswaja ini dalam beragama dan bernegara. Bagi Kiai Hasyim Islam Indonesia adalah Islam yang ramah di mana ia harus mampu menampilkan wajah yang damai dan toleran sehingga dapat hidup berdampingan dengan siapapun. Selain itu, gagasan mengenai negara Islam bagi Indonesia harus ditolak mentah-mentah sebab tidak sesuai dengan kenyataan demografi bangsa Indonesia yang majemuk selain secara historis memang para founding father tidak menghendaki negara ini bagi satu golongan saja.

Style perjuangan Kiai Hasyim tentu tidak akan sama dengan Gus Dur, Kiai Hasyim Asyari dan Kiai-kiai yang lainnya. Akan tetapi secara prinsip mereka memperjuangkan hal yang sama yakni Islam Aswaja yang damai serta NKRI dan Pancasila dalam kedudukan konstitusionalnya adalah final bagi bangsa Indonesia. Tentu prinsip ini bukanlah prinsip yang mati dan kaku. Akan tetapi prinsip ini adalah prinsip yang dinamis yang kemudian memiliki skala kontekstualitas dalam penafsirannya sehingga menjadi relevan bagi masyarakat yang terus tumbuh dan berkembang. Karena itulah perbedaan cara pandang dalam kiai-kiai NU itu sering terjadi, ini karena pada dasarnya NU sebagai rumah besar memberikan peluang pada setiap penafsiran selama bisa dipertanggungjawabakan, ikhtilafu ummati khasanah, perbedaan di dalam umatku itu baik.

Saat sebagian orang dan warga dunia mengecam dunia Islam karena dianggap sarang teroris dan intoleran Kiai Hasyim semasa hidupnya berjuang menyuarakan baik di skala nasional maupun internasional bahwa Islam itu damai dan ramah. Ia selalu tampil dalam bingkai kebangsaan dengan baju ke-NU-annya. Kiai Hasyim memberikan contoh kepada dunia bahwa ada Islam ramah yang dimiliki dan ditampilkan oleh Islamnya orang-orang Indonesia.

Meski terdapat kritikan LSM dan dunia Internasional kepada Islam Indonesia yang dianggap tidak ramah dan intoleran terhadap minoritas. Kiai Hasyim tampil sebagai penyeimbang (tawazzun) yang semasa hidupnya pernah menjabat sebagai Ketua PBNU, Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) dan sekaligus sekjend ICIS (International Conference for Islamic Scholar). Ia menyampaikan kepada dunia bahwa cara pandang demikian sangatlah keliru. Indonesia sebagai negara, dan Islam sebagai mayoritas pada prinsipnya telah toleran terbukti dari kerukunan secara umum yang masih terjamin sampai saat ini di Indonesia. Hanya saja memang riak-riak intoleransi dalam skup lokalitas masih terjadi, ini memang perlu kerja keras dalam menemukan titik temunya dan (meminjam bahasa Gus Dur) perlu keberanian menegakkan hukum.

Kiai Hasyim dan Generasi Baru NU

Kepergian Kiai Hasyim Muzadi beberapa hari lalu memang tidak bisa ditolak, sebab memang sudah takdirnya Kiai Hasyim untuk pulang sebagaimana Kiai Hasyim Asyari yang juga sudah pulang. Kepulangan ini memang sudah menjadi sunatullah yang harus diterima dengan hati yang ikhlas dan lapang. Kepergian seorang ulama di satu sisi dalam agama Islam bisa dimaknai secara positif sebagai kasih sayang Allah kepada ulama tersebut, sehingga ia dipanggil Allah untuk segera istirahat dari hiruk-pikuk dunia. Namun di sisi lain, terkadang juga bisa bermakna negatif dari sisi manusia yang ditinggalkan. Kepergian ulama bisa menjadi bencana sebab sumber hikmah Tuhan yang berada dalam diri ulama itu telah dicabut dari tengah-tengah masyarakat bersamaan dengan diwafatkannya ulama tersebut.

Kepergian Kiai Hasyim harus dimaknai secara positif oleh generasi penerus NU selanjutnya. Maksudnya, Kiai Hasyim memang sudah saatnya berpulang, ini berarti Allah memberikan kesempatan kepada generasi baru NU untuk melakukan estafet perjuangan yang selama ini telah diusahakan Kiai Hasyim. Kepergian Kiai Hasyim harus sejalan dengan kemunculan generasi baru di NU yang memiliki vitalitas dan kharisma sekelas Kiai Hasyim atau bahkan lebih, tentu dengan berbagai karakter dan pemikirannya yang dibingkai dalam konsep Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang di dalamnya menampilkan Islam yang ramah dan progresif. Sebab jika tidak demikian maka kematian Kiai Hasyim dan kiai-kiai elit sebelumnya hanya akan membuat kita kehilangan hikmah itu secara totalitas di tengah-tengah hidup kita sebagai generasi NU.

Penulis adalah koordinator bidang Kaderisasi dan Intelektual PC PMII Jakarta Selatan

Dari (Opini) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/77202/nu-dari-kiai-hasyim-asyari-ke-kiai-hasyim-muzadi

Santriwati Cantik

Senin, 26 Desember 2016

Tak Tanggapi Stigma Bidah Demi Kerukunan Umat Islam

Jakarta, Santriwati Cantik. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengaku tak terlalu serius menanggapi stigma ahli bidah (mengada-ada dalam beribadah) yang diarahkan padanya maupun organisasi yang ia pimpin. Hal itu dilakukannya demi menjaga kerukunan di antara sesama umat Islam di Indonesia.

Dicap bidah-lah, dianggap kurang Islam-lah, saya biarkan aja. Kalau ditanggapi, saya khawatir jadi konflik nantinya. Kalau sudah konflik, meluas, dan akhirnya Islam mudah dipecah-belah, ujar Hasyim kepada wartawan usai menerima kunjungan Duta Besar Swiss untuk Indonesia Bernardino Regazzoni di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (9/1) kemarin.

Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP) itu mengaku, hal yang dilakukannya didasari atas pertengkaran umat Islam di Timur Tengah yang hingga saat ini tak kunjung mereda. Meski sadar bahwa pertengkaran tersebut bukanlah didasari persoalan agamamelainkan konflik politik, menurutnya, hal itu cukup menjadi bukti bahwa umat Islam mudah sekali diadu-domba.

Tak Tanggapi Stigma Bidah Demi Kerukunan Umat Islam (Sumber Gambar : Nu Online)
Tak Tanggapi Stigma Bidah Demi Kerukunan Umat Islam (Sumber Gambar : Nu Online)


Tak Tanggapi Stigma Bidah Demi Kerukunan Umat Islam

Ketika umat Islam berhasil diadu-domba, maka, lanjut Hasyim, kondisi tersebut berarti membuka peluang bagi pihak luar untuk memanfaatkan Islam. Hal itulah, katanya, yang sedang terjadi pada umat Islam di Irak, terutama pasca eksekusi mati mantan Presiden Irak Saddam Hussein.

Video eksekusi Saddam terus ditayangkan. Saya yakin, maksudnya itu supaya orang Sunni marah dan berkelahi dengan Syiah. Sementara sekarang kepemimpinan Irak dipegang Syiah. Nah, saat mereka berkelahi, Amerika Serikat masuk ngambil minyak, urai Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars.

Hal yang sama juga ia lakukan ketika sejumlah aset milik warga nahdliyin (sebutan untuk warga NU) seperti masjid dan madrasah diambil-alih oleh kelompok Islam garis keras. Ia yakin, jika ditanggapi apalagi dengan kekerasan, maka akan tumbuh benih-benih perpecahan di antara umat Islam.

Santriwati Cantik

Biarkan saja. Saya tidak mungkin nyuruh warga NU marah dan mengambil lagi masjid atau madrasahnya. Saya yakin, masyarakat sendiri yang nanti akan menentukan sikap. Kalau nggak diadili langsung oleh masyarakat, ya, masjidnya ditinggalin jamaah, ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu.

Ditambahkan Hasyim, meski umat Islam di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia relatif tenang. Namun, bukan tidak mungkin ketenangan itu akan diusik, seperti halnya di Timur Tengah. Jangan sampai hal itu (konflik: Red) terjadi di Asia Tenggara, juga di Indonesia. Kuncinya jangan sampai tercerai berai, imbaunya.

Santriwati Cantik

Untuk kepentingan itu, Hasyim akan mengusahakan pertemuan rutin para pemimpin organisasi kemasyarakat (ormas) Islam di Indonesia, tak terkecuali ormas Islam yang tergolong garis keras. Saya ingin tokoh-tokoh Islam Indonesia kumpul, minimal tiga bulan sekali di sini (PBNU). Ya, sekedar silaturrahim aja. Biar kita bisa berkomunikasi dan saling terbuka, harapnya. (rif)

Dari (Warta) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/5811/tak-tanggapi-stigma-bid039ah-demi-kerukunan-umat-islam

Santriwati Cantik

Rabu, 21 Desember 2016

Heboh Santri NU Mengobati Anjing Malang Karena Sayang

Santriwati Cantik – Santri yang berdakwah di Papua ini membuat netizen tersentuh. Di tengah budaya kebencian yang ditebar di situs-situs ektrim wahabi, Kang Wahab, nama santri itu, menebar pesan kasih sayang.

Heboh Santri NU Mengobati Anjing Malang Karena Sayang
Heboh Santri NU Mengobati Anjing Malang Karena Sayang


Postingan di wall Facebooknya Abdu L Wahab, yang memberi makan anjing luka dan kelaparan pada Sabtu (9/04/2016) mendapatkan 14 ribu likes dan 3.732 share dari facebookers. Ada 1.300 lebih komentar dalam foto yang ia beri catatan “Kasihan sekali anjing ini.. / Tubuhnya banyak sekali luka dan sprti sangat kelaparan . Tadi aku ajak ke Pondok dan sdikit aku obati dan kasih makan./ Walaupun najis tapi kata guruku ‘Puncak dari agama adalah cinta’.”

Ya, Abdul Wahab, santri utusan PPM Aswaja, PP LDNU dan Sarkub untuk berdakwah di Papua ini menampar laku latah umat Islam yang terlalu ektrem memaknai agama, yang, sedikit-sedikit harus merujuk langsung Al-Qur’an dan Hadits sesuai pilihan hawa nafsu. Padahal, semua ada solusinya. (Ini link foto itu: http://bit.ly/1XnNiHp)

Kepada Santriwati Cantik, Kang Wahab menuturkan awal mula anjing itu mendapat sentuhan tangan kasihnya. Pada Sabtu Pagi, seperti biasa, dia menyiapkan sarapan bagi anak-anak Papua yang mondok di pesantren Al-Payage, Angkasapura, Papua, tempat dia mengajar.

“Pagi tadi, pas saya sedang berjalan di samping dapur, saya melihat ada seekor anjing yang mondar-mandir di depan pesantren dengan penuh luka dan seperti sangat kelaparan,” kata Wahab. (Baca Santriwati Cantik: Air Mutlak dan Air Musta'mal)

Dalam keterangannya pada Sabtu (9/04) sore, anjing itu dibawa ke dalam pondok. Sungguh keputusan yang akan disebut sembrono. Anjing dibawa ke pondok bukan untuk dikurung oleh para santri, tapi dicek lukanya oleh Kang Wahab. Bahkan sempat ia menyuapi anjing malang itu karena dia melihat binatang haram tersebut susah menundukkan kepala hanya untuk ambil makan saja. “Ada beberapa luka di sekitar leher,” tuturnya.

Kang Wahab melakukan semua hal itu karena dia mempraktikkan apa yang dikatakan oleh para kyai dahulu dan ulama salaf yang kredibel. “Islam mengajarkan agar berbuat baik kepada manusia maupun hewan, seperti anjing yang kita ketahui ia disebut sebagai hewan najis,” terangnya. (Baca Santriwati Cantik: Cara Samak Kulit Bangkai Binatang)

Tanpa diperintah siapapun, setelah mengobati dan memberi makan anjing malang, kang Wahab langsung bersuci dengan basuhan 7 kali air suci (thahir muthahhir) yang salah satunya harus dicampur debu (endut atau tanah liat) karena anjing masuk kategori hewan najis mughalladhah (berat). Ini solusi untuk tetap bisa berbuat baik kepada anjing.

Kang Wahab mengingatkan, anjing itu haram dikonsumsi. Namun, kita diharuskan juga menolong anjing kelaparan di tengah jalan. Menurutnya, mengobati dan memberi makan anjing pada pagi itu bagian dari amal sholeh yang diharapkan dapat menghapus dosa-dosa yang telah lalu. (Baca Santriwati Cantik: Tampilan Suci, Dalamnya Najis)

“Saya hanya mengikuti dawuh sebuah hadits riwayat Bukhari yang di sana menyebutkan ada seorang laki-laki melihat anjing kehausan di tengah padang pasir. Karena kasihan, anjing itu diambilkan air dari sumur hingga ia meminumkannya dan lepas dahaga anjing tersebut. Lalu Nabi bersabda: Allah berterimkasih kepadanya, lalu mengampuni dosa laki-laki itu,” tandas Kang Wahab.

Kang Wahab juga bercerita, ada satu anjing di daerah Wamena, Jayapura, yang kadang menemani perjalanan dakwahnya. Ia tidak melampar batu, apalagi mengusirnya. Dia sudah biasa berinteraksi dengan anjing sejak di Papua. Di Papua, kang Wahab belajar berbagi kasih bukan hanya kepada sesama, tapi juga hewan seperti anjing. (Baca Santriwati Cantik: MTA Solo Diajak Baca Kitab Kuning Malah Kabur)

Kepada Santriwati Cantik, ia menyayangkan sikap saudara muslim yang mengatasnamakan agama namun menebar teror di mana-mana. “Melalui foto itu, saya berpesan kepada diri sendiri dan teman-teman lain bahwa puncak agama itu adalah cinta, bukan syariah dengan teror,” pungkasnya. [Santriwati Cantik/ m abdullah badri]

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/04/heboh-santri-nu-mengobati-anjing-malang-karena-sayang.html

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Santriwati Cantik sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Santriwati Cantik. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Santriwati Cantik dengan nyaman.


Nonaktifkan Adblock